OPINI - Siapa yang tidak kenal Erick Thohir. Menteri BUMN yang iklan dan balihonya ada di mana-mana. Iklan dan baliho bakal cawapres.
Erick Thohir kerja keras. Dekati ormas terbesar, bahkan didaulat menjai bagian dari anggota ormas tersebut. Meski sebagai anggota baru, Erick Thohir sukses mengambil hati dan cukup mendapatkan keistimewaan.
Baca juga:
5 Alasan Mengapa Anies Harus Jadi Presiden
|
Kalau anda tanya siapa loyalis presiden Jokowi, Erick Thohir akan menempati rangking pertama. Baru nama-nama menteri dan pendukung Jokowi lainnya. Isu santernya, Erick juga mendapat endorse kuat dari presiden Jokowi untuk menjadi cawapres. Mula-mula ke Ganjar Pranowo. Tapi Megawati tidak memberi kesempatan buat Erick. Lalu diendorse ke Prabowo. Operasi ke Prabowo diambil tanggung jawabnya oleh PAN. PAN terus saja menawarkan Erick Thohir untuk menjadi cawapres Prabowo.
Publik lalu bertanya: apa hubungan PAN dengan Erick Thohir? Kenapa PAN mengendorse Erick Thohir? Pengurus bukan. Elektabilitas belum kelihatan menjanjikan. Kenapa PAN tidak mengajukan Soetrisno Bachir atau Hatta Radjasa? Jelas kader dan mantan ketum PAN. Atau kenapa tidak mengajukan Zulkifli Hasan, ketum PAN sekarang? Unik. Ini tentu jauh dari normal. Dan dinamika politik pasca 2019, memang banyak ditemukan hal-hal yang tidak normal, jauh dari wajar.
Baca juga:
Tony Rosyid: Presiden Harus Lugas!
|
PAN usulkan Erick Thohir jadi cawapres Prabowo. Ajaib ! Itulah fakta politiknya. Anda bisa telusuri faktor apa di balik dukungan PAN kepada Erick Thohir ini.
Setelah kerja keras dengan semua inatrumen, kemampuan lobi dan kekuatan logistik yang dikerahkan untuk mengambil cawapresnya Prabowo, muncul putusan Mahkamah Konsritusi (MK) tanggal 16 Oktober 2023 lalu. Putusan NK: "syarat capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau pernah berpengalaman menjadi kepala daerah".
Jauh sebelum keputusan MK itu, publik sudah membaca bahwa keputusan MK itu memang sengaja disiapkan untuk Gibran maju menjadi cawapres Prabowo. Dan inilah yang memang didambakan sejak lama oleh Prabowo dan Gerindra. Di kepala Prabowo hanya ada Gibran. Erick Thohir dan Airlangga, dua nama ini tidak ada di kepala Prabowo. Kecuali terpaksa, baru jadi alternatif. Itupun alternatif paling akhir. Bagaimana dengan Yusril Ihza Mahendra? Tidak dosa juga punya harapan. Namanya juga usaha. Meski sulit memahami manuver Yusril ini. Dalam hal ini, jauh dari logis dengan harapannya itu. Sulit menemukan variabel yang menghubungkan dengan harapannya itu. Itulah kelebihan Yusril. Mungkin sedang mengikuti jejak Kiai Ma'ruf Amin.
Prabowo jelas ke Gibran. Apa pertimbangannya? Gibran putra Jokowi. Dengan begitu, Jokowi akan all out mendukung. Jokowi presiden dua periode, masih pegang kekuasaan, bisa melakukan berbagai hal yang orang lain gak bisa lakukan. Jokowi juga punya basis pendukung yang cukup besar. Apakah pendukung Jokowi otomatis akan mendukung Gibran? Setidaknya Projo sudah membuat pernyataan mendukung Prabowo. Ini bonus sebelum resmi Gibran diumumkan jadi cawapres Prabowo.
Sekarang, publik sedang menunggu keputusan Jokowi. Atau mungkin sudah ada keputusan, hanya saja belum diumumkan. Keputusan tentang Gibran jadi cawapres Prabowo.
Jokowi sedang memantau dan dengan cermat juga menghitung. Dua hal yang Jokowi hitung adalah: pertama, sebesar apa kekuatan pressure dari PDIP. Kalau bisa Jokowi lawan, go ahead. Jalan terus, sesuai sekenario awal. Yaitu Gibran jadi cawapres Prabowo.
Kedua, Jokowi akan juga mengukur resistensi rakyat. Sebesar apa pengaruhnya para tokoh yang menolak keputusan MK. Ini penting karena hubungannya dengan elektabilitas Gibran. Kalau gak begitu besar pengaruhnya buat memenangkan Prabowo-Gibran, lanjutkan. Publik paham betul bahwa Jokowi bukan orang yang selama ini peduli terhadap apa yang orang sebut dengan nilai etika dan kepatutan berpolitik jika itu menyangkut kebutuhan politiknya.
Bagaimana dengan nasib Erick Thohir yang selama kerja keras dan kerja total untuk mengambil posisi sebagai cawapres Prabowo? Kalau Gibran masuk, ya tersingkir ! Usaha boleh keras. Sekeras apapun usaha, alam punya takdirnya sendiri.
Atlanta Georgia, USA, 22 Oktober 2023.
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa